Морган Райс - Perjuangan Para Pahlawan стр 3.

Шрифт
Фон

Thor telah sampai di tujuannya, di bagian dalam desa yang sedang membersihkan diri ketika ia lewat. Ayam dan anjing berlarian keluar dari jalannya, dan seorang wanita tua yang sedang berada di luar rumah dengan panci berisi air mendidih, mendesis ke arahnya.

“Hati-hati, Nak!” Ia memekik ketika Thor berlari cepat melewatinya, sambil menghalau debu dari apinya.

Namun Thor tak akan melambatkan langkahnya – tidak untuknya, atau siapapun. Ia beralih ke sisi lain jalan, kemudian ke sisi lainnya lagi, berputar dan berbalik ke arah yang diketahuinya untuk sampai ke rumah.

Rumah itu kecil, tak mencolok sebagaimana rumah lainnya, dengan dinding tanah liat putih yang kaku dan atap jerami. Seperti rumah pada umumnya, ada sebuah kamar yang dibagi menjadi dua bagian, ayahnya tidur di satu sisi sedangkan saudara-saudaranya tidur di sisi lainnya; yang tidak biasa adalah rumah itu punya sebuah kandang ayam di belakang, dan di sanalah Thor tidur. Awalnya ia tidur bersama para saudaranya; namun mereka menjadi kejam dan menjaga jarak ketika telah dewasa dan tak memberikan ruang untuknya di dalam kamar. Thor merasa pedih, namun kini ia bisa menikmati ruangannya sendiri, dan lebih suka berada jauh dari mereka. Itu semua merupakan pernyataan bahwa ia terbuang dari keluarga ini, dan ia telah menyadarinya.

Thor berlari menuju pintu depan dan terus berlari hingga masuk ke dalam rumah.

“Ayah!” teriaknya sambil bernafas terengah-engah. “Kesatuan Perak! Mereka datang!”

Ayah dan saudara-saudaranya sedang duduk membungkuk mengelilingi meja untuk sarapan, dan mereka telah memakai pakaian terbaik. Begitu ia selesai berbicara mereka terhenyak dan berderap melewatinya, menyenggol bahunya ketika berlarian ke luar rumah menuju ke jalan.

Thor mengikuti mereka keluar, dan mereka semua berdiri memandangi kaki langit.

“Aku tak melihat siapapun,” Drake, si sulung, menjawab dengan suara berat. Bahunya lebar, rambutnya dipotong pendek seperti saudaranya yang lain, matanya coklat dan tubuhnya kurus, bibirnya seperti orang yang sedang mencibir dan ia menatap Thor dengan marah, seperti biasanya.

“Aku juga tidak,” seru Dross yang berumur satu tahun lebih muda dari Drake dan selalu berada di pihaknya.

“Mereka datang!” balas Thor. “Sungguh!”

Ayahnya berbalik ke arahnya dan mengguncang bahunya dengan keras.

“Bagaimana kau mengetahuinya?” tanya ayahnya.

“Aku melihat mereka.”

“Bagaimana? Dari mana?”

Thor mendadak ragu; ayahnya menangkap basah dirinya. Ia tahu bahwa satu-satunya tempat dimana Thor bisa mengetahui kedatangan para prajurit adalah dari puncak bukit kecil. Kini Thor merasa ragu untuk menjawabnya.

“Aku .. memanjat bukit -“

“Sambil membawa ternak? Kau telah membawa mereka pergi terlalu jauh.”

“Tapi hari ini lain. Aku harus melihat mereka.”

Ayahnya menatapnya dengan marah.

“Sana masuk ke rumah dan ambil pedang kakak-kakakmu dan gosok sarungnya biar mereka kelihatan gagah sebelum Prajurit Kerajaan tiba.”

Seusai berkata-kata, ayahnya berpaling pada kakak-kakaknya yang semuanya sedang memandang ke jalan.

“Apakah Ayah yakin kalau mereka akan memilih kami?” tanya Durs, termuda di antara ketiga saudara, berselisih tiga tahun dari Thor.

“Mereka akan sangat bodoh jika tidak melakukannya,” ujar ayahnya. “Mereka sedang memilih prajurit tahun ini. Ada sedikit pengurangan – atau apapun yang tidak membuat mereka merasa keberatan. Berdiri tegak sajalah kalian bertiga, angkat pipi dan dada kalian. Jangan langsung menatap mata mereka, tapi jangan menghindar. Tampilah kuat dan meyakinkan. Jangan tunjukkan kelemahan. Jika ingin bergabung dengan Legiun Kerajaan, kalian harus tunjukkan seolah kalian sudah pernah melakukannya.”

“Ya, Ayah,” jawab ketiga anak lelakinya serempak, berdiri tegak di posisinya masing-masing.

Ia membalikkan tubuh dan menatap ke arah Thor.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya ayahnya. “Cepat masuk!”

Thor berdiri disana, membalikkan tubuhnya. Ia tak ingin menentang ayahnya, namun ia harus mengatakan sesuatu padanya. Jantungnya berdebar ketika ia ingin membantah. Namun ia memutuskan mematuhi ayahnya, mengambil pedang-pedang para kakaknya, lalu mencoba berdebat dengan ayahnya. Membantah secara terang-terangan jelas ide buruk.

Thor kemudian berlari menuju rumah, pergi menuju ke belakang mengambil pedang di tempat penyimpanannya. Ia menemukan tiga pedang milik kakak-kakak. Semuanya sangat indah dan bermahkotakan gagang perak, hadiah berharga dari ayahnya beberapa tahun lalu. Ia mengambil ketiganya, selalu terkejut seperti biasa karena beratnya dan kembali berlari ke luar rumah.

Ia berlari cepat ke arah ketiga saudaranya, memberikan pedang masing-masing, kemudian membalikkan badan menuju ayahnya.

“Apa ini, kau tidak memolesnya?” kata Drake.

Ayahnya memandang Thor marah, namun sebelum ia mengatakan sesuatu, Thor mendahuluinya.

“Ayah, kumohon. Aku ingin bicara pada Ayah!”

“Sudah kubilang kau harus memoles – “

“Kumohon, Ayah!”

Ayah Thor balas menatapnya. Ia pasti telah melihat keseriusan pada wajah Thor, karena akhirnya ia berkata, “Ada apa?”

“Aku ingin ikut. Aku ingin bergabung dengan Legiun.”

Tawa saudara-saudaranya meledak di belakangnya, membuat wajah Thor menjadi merah.

Tapi ayahnya tidak tertawa; sebaliknya, ia menjadi semakin marah.

“Benarkah?” tanyanya.

Thor mengangguk penuh semangat.

“Aku sudah empat belas tahun, dan aku layak.”

“Batas umurnya memang empat belas tahun,” ujar Drake congkak di belakangnya. “Jika mereka memilihmu, kau akan jadi yang termuda. Apakah kau pikir mereka akan memilihmu dibandingkan aku yang lima tahun lebih tua darimu?”

“Kau memang tidak tahu aturan,” tukas Durs. “Kau selalu begitu.”

Thor membalikkan badan ke arah mereka. “Aku tak bertanya padamu,” katanya.

Ia memandang ayahnya yang masih mengernyitkan kening.

“Ayah, kumohon,” katanya. “Biarkan aku mengikutinya. Hanya itu yang kuminta. Aku tahu aku masih kecil, tapi aku akan membuktikannya.”

Ayahnya menggelengkan kepala.

“Kau bukan prajurit, Nak. Kau tidak seperti saudara-saudaramu. Kau seorang penggembala. Hidupmu di sini bersamaku. Kau akan kerjakan tugasmu dan lakukan semua dengan baik. Jangan bermimpi terlalu tinggi. Terimalah hidupmu dan belajarlah mencintainya.”

Thor merasa hatinya hancur ketika ia melihat hidupnya runtuh di depan matanya.

Tidak, pikirnya. Tidak bisa.

“Tapi Ayah –“

“Diam!” ia berteriak, melengking seperti membelah langit. “Cukup. Itu mereka datang. Minggirlah dan jaga sopan santunmu saat mereka di sini.”

Ayahnya maju ke depan dan dengan satu tangan ditariknya Thor untuk minggir, seakan ia tak ingin melihat Thor. Tangannya yang besar melukai hati Thor.

Sebuah kerumunan besar datang, dan orang-orang pergi keluar dari rumah mereka, berdiri berjajar di tepi jalan. Sekumpulan debu beterbangan mengelilingi kereta, dan saat mereka tiba, selusin kuda penarik kereta bersuara bak halilintar.

Mereka datang ke kota bak prajurit bayangan, berhenti di dekat rumah Thor. Kuda-kuda mereka menghentakkan kaki sambil mendengus. Butuh waktu beberapa saat sebelum akhirnya debu menghilang, dan Thor dengan riang mencoba mengintip baju baja dan senjata mereka. Ia tak pernah sedekat ini dengan Kesatuan Perak, dan hatinya berdebar-debar.

Prajurit yang memimpin pasukan turun dari kudanya. Ia adalah anggota Kesatuan Perak yang sesungguhnya, terbungkus dalam baju zirah berkilauan, pedang panjang di sabuknya. Ia tampak berusia sekitar tiga puluhan tahun, seorang lelaki sejati yang berambut pendek dengan luka di pipi dan hidung bengkok akibat pertempuran. Ia adalah pria bertubuh paling besar yang pernah Thor lihat, dua kali lebih besar daripada lainnya, dengan air muka yang mengatakan bahwa ia adalah pemimpin pasukan itu.

Ваша оценка очень важна

0
Шрифт
Фон

Помогите Вашим друзьям узнать о библиотеке

Скачать книгу

Если нет возможности читать онлайн, скачайте книгу файлом для электронной книжки и читайте офлайн.

fb2.zip txt txt.zip rtf.zip a4.pdf a6.pdf mobi.prc epub ios.epub fb3

Популярные книги автора