Морган Райс - Barisan Para Raja стр 3.

Шрифт
Фон

Ketika sosok itu berdiri di hadapannya, memegang pisau, MacGil entah bagaimana berhasil mengangkat tangannya dan mendorong bahu pria itu, mencoba menghentikannya. Ia merasakan semburan kekuatan prajurit tua timbul di dalam dirinya, merasakan kekuatan para leluhurnya, merasakan beberapa bagian terdalam dari dirinya yang membuatnya menjadi raja, yang tidak ingin menyerah. Dengan satu dorongan besar, ia berhasil mendorong mundur pembunuh itu dengan sekuat tenaga.

Pria itu lebih kurus, lebih rapuh dari yang MacGil duga, dan pergi terhuyung mundur dengan tangisan, tersandung melintasi ruangan. MacGil berhasil berdiri dan, dengan sekuat tenaga, mengulurkan tangan dan mencabut pisau dari dadanya. Ia melemparkannya ke seberang ruangan dan memukul lantai batu dengan dentang, meluncur di atasnya, dan menabrak dinding.

Pria itu, cadarnya telah jatuh di sekitar bahunya, buru-buru berdiri dan menatap kembali, mata terbelalak dengan ketakutan, saat MacGil menyebabkan tekanan pada dirinya. Pria itu berbalik dan berlari melintasi ruangan, berhenti cukup lama untuk mengambil belati itu sebelum ia kabur.

MacGil berusaha mengejarnya, tapi pria itu terlalu cepat, dan tiba-tiba rasa sakit melanda, menusuk-nusuk dadanya. Ia merasakan dirinya menjadi lemah.

MacGil berdiri di sana, senditian dalam kamar itu, dan mengamati darah yang mengucur dari dadanya, menuju telapak tangannya yang terbuka. Ia merosot di atas lututnya.

Ia merasakan tubuhnya mulai dingin, dan menyandarkan tubuh dan berusaha berteriak.

"Penjaga," teriaknya samar.

Ia mengambil napas dalam-dalam, dan dalam penderitaan yang hebat, berhasil mengumpulkan suaranya yang dalam. Suara seorang raja.

"PENJAGA!" pekiknya.

Ia mendengar langkah kaki dari lorong di kejauhan, perlahan semakin mendekat. Ia mendengar dari kejauhan pintu dibuka, merasakan tubuh-tubuh mendekat ke arahnya. Tapi ruangan itu berputar lagi, dan kali ini bukan karena minuman.

Hal terakhir yang ia lihat adalah lantai batu yang dingin, muncul di depan wajahnya.

BAB DUA

Thor meraih gagang besi pintu kayu besar di depannya dan mendorongnya dengan sekuat tenaga. Pintu itu terbuka perlahan, berderit dan tampaklah kamar Sang Raja di hadapannya. Ia melangkah masuk, merasakan bulu kuduknya berdiri saat ia berjalan melewati ambang pintu. Ia dapat merasakan kegelapan yang sangat di sini, menggantung di udara seperti kabut.

Thor mengambil beberapa langkah masuk ke dalam kamar, mendengar suara kayu terbakar pada obor di dinding saat ia mendekat ke arah sesosok tubuh yang tersungkur di lantai. Ia telah tahu bahwa tubuh itu adalah Sang Raja yang telah terbunuh – dan ia, Thor, telah terlambat. Thor bertanya-tanya ke manakah perginya semua pengawal, mengapa tak seorang pun datang menyelamatkan Sang Raja.

Lutut Thor gemetaran saat ia telah berada di dekat tubuh itu; ia berlutut di lantai batu, menyentuh bahu yang telah dingin dan membalikkan tubuh Sang Raja.

Itulah MacGil, mantan rajanya yang terbaring dengan mata terbelalak, dan mati ..

Thor menengadah dan tiba-tiba seorang pelayan raja berdiri di dekat mereka. Ia memegang sebuah gelas berkaki yang sangat besar, gelas yang telah Thor lihat di pesta kerajaan. Gelas itu terbuat dari emas dan berhiaskan deretan batu rubi dan safir. Sambil memandang ke arah Thor, si pelayan menuangkan isi gelas perlahan ke dalam tenggorokan raja. Anggur itu memercik hingga membasahi seluruh wajah Thor.

Thor mendengar suara pekikan, dan ia membalikkan tubuhnya melihat burung elangnya, Estopheles, hinggap di bahu sang raja. Ia menjilat anggur yang membasahi pipi raja.

Thor mendengar sebuah suara dan melihat Argon berdiri di depannya, memandang ke arahnya dengan roman muka tegas. Ia memegang sebuah mahkota dan tongkat di tangan yang lainnya.

Argon berjalan mendekat dan menempatkan mahkota ke kepala Thor. Thor dapat merasakannya, rasa berat yang menusuk, terasa pas di kepalanya, dan logam yang memeluk pelipisnya. Ia memandang Argon keheranan.

“Kaulah Sang Raja sekarang,” ujar Argon.

Thor mengejapkan matanya, dan saat ia membuka mata, berdirilah semua anggota Legiun di depannya, juga semua anggota Kesatuan Perak, ratusan pria dan remaja laki-laki berdesakan di dalam kamar, mendatanginya. Mereka berlutut bersama, lalu membungkuk ke arahnya, wajah mereka menunduk menatap tanah.

“Raja kami,” ujar mereka serentak.

Thor mendadak terbangun. Ia segera duduk, napasnya tersengal-sengal. Lalu ia menatap ke sekelilingnya. Tempat itu sangat gelap dan lembab. Ia sadar ia sedang duduk di lantai batu, punggungnya menempel di dinding. Ia berusaha melihat dalam kegelapan itu, lalu melihat jeruji besi di kejauhan dan di sebuah obor yang berkedip di depannya. Ia ingat, ini penjara bawah tanah. Ia telah diseret kemari sesudah pesta.

Ia ingat seorang pengawal memukul wajahnya, dan ia pasti telah jatuh pingsan, tak jelas untuk berapa lama. Ia terduduk, menarik napas dalam-dalam, mencoba menyingkirkan bayangan mimpi buruk. Mimpi itu nyaris seperti nyata. Ia berdoa bahwa itu semua tidak benar, bahwa raja telah tiada. Bayangan raja yang telah mati terus menghantuinya. Apakah Thor benar-benar melihat sesuatu? Ataukah semua itu hanya mimpi?

Thor merasa seseorang menendang bagian bawah kakinya, dan mendongak untuk melihat seseorang yang berdiri di depannya.

“Sudah saatnya kau bangun,” lantang sebuah suara.”Aku sudah menunggumu berjam-jam.”

Dalam remang-remang cahaya Thor melihat seraut wajah bocah lelaki, seusia dengannya. Ia kurus, pendek, dengan pipi yang cekung dan kulit berbintik-sepasang mata hijaunya memancarkan keramahan dan kecerdasan.

“Aku Merek,” katanya. “Teman satu selmu. Mengapa kau ada di sini?”

Thor menegakkan tubuhnya, mencoba mencari jawaban. Ia bersandar ke dinding, merapikan rambut dengan jemarinya, dan berusaha mengingat semuanya.

“Mereka bilang kau mencoba membunuh raja,” lanjut Merek.

“Ia memang mencoba membunuh raja, dan kami akan merobek-robek dia kalau ia keluar dari sini,” hardik sebuah suara.

Suara bersahut-sahutan memotong pembicaraan, cangkir kaleng dilemparkan ke jeruji besi, dan Thor melihat seluruh koridor dipenuhi sel-sel dengan para tahanan berwajah aneh yang menjulurkan kepala mereka keluar dari jeruji. Di keremangan cahaya, mereka menyeringai ke arahnya. Wajah mereka penuh cambang, gigi tanggal dan beberapa di antara mereka tampaknya sudah berada di tempat itu bertahun-tahun. Pemandangan yang mengerikan, dan Thor memaksa dirinya sendiri untuk memalingkan wajahnya. Benarkah ia berada di sini sekarang? Akankah ia tertahan di sini bersama orang-orang ini selamanya?

“Jangan khawatirkan mereka,” kata Merek. “Hanya ada kau dan aku di sel ini. Mereka tak bisa masuk ke sini. Dan aku tak peduli seandainya kau benar-benar meracuni Raja. Aku juga ingin melakukannya.”

“Aku tidak meracuni Raja,” ujar Thor marah. “Aku tak meracuni siapapun. Aku mencoba menyelamatkannya. Aku hanya menjatuhkan gelas minumannya.”

“Dan bagaimana kau tahu kalau gelas itu sudah diberi racun?” teriak sebuah suara di lorong yang sudah menguping. “Sihir, benarkah itu?”

Bergemalah suara tawa yang sinis dari sel di sepanjang koridor.

“Dia paranormal!” ejek sebuah suara.

Yang lain tertawa.

“Tidak, mungkin dia hanya asal tebak!” ejek suara lainnya, dan disambut riuh tawa seisi sel.

Thor melotot dengan penuh kemarahan, tak terima dengan semua tuduhan dan ingin membela diri di hadapan mereka. Namun ia tahu bahwa hal itu akan sia-sia. Lagipula, tak ada gunanya membela diri di hadapan para kriminal ini.

Ваша оценка очень важна

0
Шрифт
Фон

Помогите Вашим друзьям узнать о библиотеке

Скачать книгу

Если нет возможности читать онлайн, скачайте книгу файлом для электронной книжки и читайте офлайн.

fb2.zip txt txt.zip rtf.zip a4.pdf a6.pdf mobi.prc epub ios.epub fb3

Популярные книги автора