Морган Райс - Penjelmaan стр 5.

Шрифт
Фон

Empat remaja bertubuh besar - 18 atau 19, mungkin - berdiri di depan remaja lain. Dua dari mereka memegang tangannya, sementara yang ketiga melangkah maju dan meninju perutnya, dan yang keempat melangkah maju dan meninju wajahnya. Remaja itu, mungkin 17 tahun, tinggi, kurus dan tanpa pertahanan, jatuh ke tanah. Kedua remaja laki-laki melangkah ke depan dan menendang wajahnya.

Meskipun sendirian, Caitlin berhenti dan melihatnya. Ia merasa ngeri. Ia tidak pernah melihat hal seperti itu.

Kedua remaja lain mengambil beberapa langkah di sekitar korban mereka, lalu mengangkat sepatu boot mereka tinggi-tinggi dan menendangkannya.

Caitlin takut mereka akan menendang anak itu sampai mati.

"TIDAK!" teriaknya.

Ada suara berderak kesakitan ketika mereka menendangkan kakinya.

Tapi itu bukanlah suara tulang yang patah - melainkan, itu adalah suara kayu. Kayu yang hancur. Caitlin melihat bahwa mereka menginjak-injak sebuah alat musik kecil. Ia melihat lebih dekat, dan melihat potongan dan serpihan sebuah biola alto bercecer di trotoar.

Ia mengangkat tangan ke arah mulutnya dengan perasaan ngeri.

“Jonah!?”

Tanpa berpikir, Caitlin menyebrangi jalan itu, menuju sekumpulan laki-laki, yang sekarang mulai memperhatikannya. Mereka memandanginya dan mata jahat mereka melebar sembari menyikut satu sama lain.

Ia berjalan langsung ke arah korban dan melihat bahwa itu memang Jonah. Wajahnya berdarah dan memar, dan ia pingsan.

Ia memandangi sekumpulan remaja laki-laki itu, kemaharannya mengalahkan ketakutannya, dan berdiri di antara Jonah dan mereka.

"Biarkan dia!" teriaknya pada kelompok remaja itu.

Remaja yang di tengah, paling tidak 64, berotot, membalas dengan tertawa.

"Atau apa?" tanya dia, suaranya sangat dalam.

Caitlin merasakan dunia berlalu cepat, dan menyadari bahwa ia baru saja didorong dengan keras dari belakang. Ia menaikkan sikutnya ketika ia menabrak beton, tapi itu hampir tidak melindungi tabrakannya. Di sudut matanya, ia bisa melihat buku hariannya melayang, kertas-kertasnya berhamburan ke mana-mana.

Ia mendengar tawa. Dan kemudian langkah-langkah kaki, datang ke arahnya.

Jantungnya berdegup dalam dadanya, adrenalinnya muncul. Ia berhasil bergulung dan bersusah-payah berdiri sebelum mereka mencapainya. Ia mengambil langkah seribu di jalan kecil itu, berlari menyelamatkan diri.

Mereka mengikuti di belakangnya.

Di salah satu dari beberapa sekolahnya, kembali Caitlin mengingat bahwa ia akan mempunyai masa depan panjang di suatu tempat, ia mengikuti olahraga lari, dan menyadari ia bagus dalam bidang itu. Yang terbaik dalam tim, sebenarnya. Tidak dalam jarak jauh, tapi dalam lari cepat 100 yard. Ia bahkan bisa berlari lebih cepat dari sebagian besar laki-laki. Dan sekarang, hal itu kembali menyelimutinya.

Ia berlari menyelamatkan hidupnya, dan para laki-laki itu tidak dapat menangkapnya.

Caitlin melirik ke belakang dan melihat seberapa jauhnya mereka di belakang, dan merasa optimis bahwa ia bisa kabur dari mereka semua. Ia hanya harus melakukan belokan yang tepat.

Jalan kecil itu berakhir di sebuah T, dan ia bisa berbelok ke kiri maupun kanan. Ia tidak akan mempunyai waktu untuk merubah keputusannya jika ia ingin mempertahankan kemenangannya, dan ia harus memilih dengan cepat. Ia tidak dapat melihat apa yang ada di sekitar tiap pojokan, sekalipun. Dengan membabi buta, ia berbelok ke kiri.

Ia berdoa semoga itu adalah pilihan yang benar. Ayolah. Kumohon!

Jantungnya berhenti ketika ia melakukan belokan tajam ke kiri dan melihat jalan buntu di depannya.

Salah jalan.

Jalan buntu. Ia berlari ke arah dinding, mencari-cari jalan keluar, apapun itu. Menyadari bahwa tidak ada jalan keluar, ia berbalik untuk menghadapi para penyerang yang mendekatinya.

Terengah-engah, ia menyaksikan mereka berbelok dan mendekat. Ia bisa melihat di belakang bahu mereka bahwa jika ia berbelok ke kanan, ia akan dapat pulang dengan bebas. Tentu saja. Hanya keberuntungan.

"Baiklah, cewek," salah satu dari merka berkata, "kau akan menderita sekarang."

Menyadari bahwa ia tidak mempunyai jalan keluar, mereka berjalan perlahan-lahan ke arahnya, terengah-engah, menyeringai, dan menikmati kekerasan yang akan datang.

Caitlin menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam. Ia mencoba menyakinkan Jonah untuk bangun, muncul di pojokan, terjaga dan penuh tenaga, siap untuk menyelamatkannya. Tapi ia membuka matanya dan dia tidak ada di sana. Hanya para penyerangnya. Semakin mendekat.

Ia membayangkan Ibunya, bagaimana ia membencinya, dari semua tempat yang sudah dia paksakan untuk hidup. Ia memikirkan adiknya Sam. Ia memikirkan bagaimana hidupnya setelah hari ini.

Ia memikirkan seluruh hidupnya, tentang bagaimana ia selama ini diperlakukan, tentang bagaimana tidak seorang pun yang memahami dirinya, tentang bagaimana tidak sesuatu pun menjadi seperti keinginannya. Dan sesuatu berdetak. Entah bagaimana, ia merasa sudah cukup.

Aku tidak layak menerima ini. Aku TIDAK layak menerima ini.

Dan kemudian, tiba-tiba, ia merasakannya.

Itu adalah sebuah gelombang, sesuatu yang tidak seperti apapun yang pernah ia alami. Itu adalah sebuah gelombang kemurkaan, meluap dalam dirinya, membanjiri darahnya. Gelombang itu berpusat dalam perutnya, dan menyebar dari sana. Ia bisa merasakan kakinya menjejak tanah, seolah-olah ia dan beton itu adalah satu, dan bisa merasakan kekuatan terpenting melandanya, merayap melalui pinggangnya, naik ke lengannya, menuju bahunya.

Caitlin mengeluarkan raungan yang mengejutkan dan menakutkan juga bagi dirinya. Ketika remaja pertama mendekatinya dan mendaratkan tangan gempalnya ke pergelangan tangannya, ia menyaksikan tangannya bergerak dengan sendirinya, mencengkram kuat pergelangan tangan penyerangnya dan memutarnya ke belakang pada sudut yang tepat. Wajah remaja itu berkerut terkejut ketika pergelangannya, dan kemudian lengannya, patah menjadi dua.

Dia jatuh berlutut, menjerit.

Ketiga remaja laki-laki lain membelalak dengan terkejut.

Yang bertubuh paling besar dari ketiganya menyerang ke arahnya.

"Kau sia-"

Sebelum dia bisa menyelesaikan, ia lompat ke udara dan menanamkan kedua kakinya tepat di dadanya, mengirimnya terbang ke belakang sekitar sepuluh kaki dan menabrak tumpukan kaleng sampah logam.

Ia terbaring di sana, tidak bergerak.

Kedua remaja lainnya saling memandang, terkejut. Dan sangat ketakutan.

Caitlin melangkah maju, merasakan aliran kekuatan yang tidak manusiawi menjalarinya, dan mendengar dirinya menggeram ketika ia menangkap kedua remaja (masing-masing berukuran dua kali darinya), mengangkat masing-masing dari mereka beberapa kaki di atas tanah menggunakan satu tangan.

Ketika mereka tergantung di udara, ia mengayunkan mereka kembali, lalu mengayunkan mereka bersama-sama, menubrukkan mereka berdua satu sama lain dengan kekuatan yang luar biasa. Mereka berdua jatuh ke tanah.

Caitlin berdiri di sana, bernapas, berbuih dengan kemurkaan.

Semua keempat remaja itu tidak bergerak.

Ia tidak merasa lega. Sebaliknya, ia menginginkan lagi. Lebih banyak remaja untuk dilawan. Lebih banyak tubuh untuk dilempar.

Dan ia menginginkan sesuatu yang lain.

Ia tiba-tiba memiliki pandangan sejernih kristal, dan dapat menyoroti leher mereka, terpajan. Ia bisa melihat sampai dengan sepersepuluh inci, dan ia dapat melihat, dari tempatnya berdiri, pembuluh darah berdenyut pada masing-masing leher itu. Ia ingin menggigit. Untuk makan.

Ваша оценка очень важна

0
Шрифт
Фон

Помогите Вашим друзьям узнать о библиотеке

Скачать книгу

Если нет возможности читать онлайн, скачайте книгу файлом для электронной книжки и читайте офлайн.

fb2.zip txt txt.zip rtf.zip a4.pdf a6.pdf mobi.prc epub ios.epub fb3

Популярные книги автора