Морган Райс - Bangkitnya Para Naga стр 3.

Шрифт
Фон

Meskipun Volis ini -yang merupakan benteng pertahanan terakhir sebelum Benteng Api- jaraknya sejauh beberapa hari perjalanan dari Andro, ibu kota Escalon, namun Volis merupakan tempat kediaman banyak prajurit Raja yang termashyur. Volis juga merupakan sebuah menara suar, sebuah tempat yang didiami oleh ratusan penduduk desa dan petani yang tinggal dekat atau di balik tembok itu untuk berlindung.

Kyra menatap puluhan rumah tanah kecil yang bertengger di perbukitan di pinggiran benteng, dengan asap yang membumbung dari cerobongnya, para petani yang hilir mudik bergegas mempersiapkan datangnya musim dingin, serta menyiapkan diri untuk festival nanti malam. Kyra paham akan kenyataan bahwa orang-orang desa merasa cukup aman untuk tinggal di luar tembok pertahanan merupakan tanda betapa besarnya rasa hormat mereka akan kekuatan ayahnya, dan rasa hormat semacam itu tak terdapat di tempat lain di seluruh Escalon. Lagipula, mereka ini hanyalah ibarat tanda bahaya yang berbunyi jauh dari perlindungan, jauh dari pasukan ayahnya yang akan segera berkumpul begitu bahaya muncul.

Kyra menatap ke jembatan gantung di bawah, yang selalu dipenuhi oleh lalu lalang orang—entah itu para petani, tukang sepatu, tukang sembelih ternak, pandai besi, dan tentu saja para prajurit—yang semuanya bergegas hilir mudik dari dalam benteng ke pedesaan. Semua ini karena sisi dalam benteng bukan sekadar tempat untuk tinggal dan berlatih, namun juga merupakan hamparan pelataran maha luas berlantai batu yang menjadi tempat berkumpulnya para pedagang. Tiap hari, lapak-lapak dibuka berderet-deret, para pedagang menjual dagangannya, saling bertukar barang, menawarkan hasil buruan atau tangkapan pada hari itu, atau pakaian indah atau rempah-rempah atau gula-gula yang dibeli dari negeri seberang. Pelataran benteng itu selalu dipenuhi oleh aroma sedap nan semerbak, entah itu aroma teh yang langka atau bau makanan yang direbus; Kyra betah berlama-lama menikmatinya selama berjam-jam. Dan di balik tembok itu di kejauhan, jantungnya berdegup kencang melihat arena latihan Gerbang Petarung yang berbentuk bundar untuk pasukan ayahnya, dan dinding batu rendah yang mengelilinginya; dan ia pun kegirangan melihat para pasukan itu saling menyerang dalam barisan rapi di atas kuda-kuda mereka, berusaha menombak sasaran berupa perisai yang digantungkan di pepohonan. Ia ingin berlatih bersama mereka.

Tiba-tiba Kyra mendengar suara teriakan, suara yang akrab di telinganya, asalnya dari arah gerbang; sontak ia berpaling dengan sigap. Keributan muncul dari tengah-tengah keramaian, dan saat matanya mengawasi hiruk pikuk itu, dari kerumunan itu muncullah adiknya, Aidan, yang diikuti oleh dua kakaknya, Brandon dan Braxton, lalu mereka turun ke jalan. Kyra tegang, ia bersiaga. Ia bisa tahu dari suara teriakan takut adiknya itu bahwa sang kakak datang dengan maksud tak baik.

Mata Kyra menyipit melihat dua kakaknya, keamarahan terasa memuncak dalam dirinya dan membuatnya tak menyadari bahwa genggaman tangan di busurnya semakin erat. Datanglah Aidan berjalan di antara kakak-kakaknya, masing-masing dengan tubuh satu kaki lebih tinggi, dan mereka berdua mengapit lengan aidan dan menyeretnya dari dalam benteng ke pinggiran desa. Aidan dengan badannya yang kecil dan kurus, seorang laki-laki perasa yang usianya belum genap sepuluh tahun, terlihat sangat lemah diapit kedua kakaknya, dengan badan bongsor untuk ukuran laki-laki berusia tujuh belas dan delapan belas tahun. Mereka bertiga terlihat mirip dan memiliki warna kulit serupa, dengan rahang yang kokoh, dagu yang tegas, mata coklat gelap dan rambut coklat berombak—meskipun rambut Brandon dan Braxton pendek, sedangka rambut Aidan terurai, kusut, menutupi matanya. Mereka bertiga terlihat mirip—dan tak satu pun yang mirip dengan Kyra, dengan rambut pirang dan mata abu-abu terangnya. Dengan celana tenun, tunik wol dan jubahnya, Kyra tampak tinggi dan kurus, pucat sekali; banyak yang berkata dengan kening lebar dan hidung kecilnya itu adalah anugerah yang telah membuat banyak pria berpaling padanya. Apalagi setelah kini usianya menginjak lima belas tahun, ia sadar bahwa dirinya makin menarik.

Hal itu membuatnya merasa tak nyaman. Ia tak suka menarik perhatian, dan ia tak menganggap dirinya cantik. Ia sama sekali tak peduli akan penampilannya—yang ia pedulikan hanya latihan, demi keberanian, demi kehormatan. Ia lebih suka terlihat mirip dengan ayahnya, seperti kakak-kakaknya pun mirip dengan sang ayah, pria yang ia kagumi dan ia sayangi lebih dari apa pun di dunia ini, daripada memiliki paras yang cantik. Ia selalu mengamati cermin kalau-kalau ada kemiripan dengan sang ayah; toh betapa pun keras ia mencoba, tak sedikit pun kemiripan itu ia temui.

“Kubilang lepaskan!” seru Aidan, dengan suara yang terdengar hingga ke tempat Kyra berada.

Demi mendengar isyarat takut dalam suara adik terkasihnya, seorang anak laki-laki yang sangat Kyra sayangi lebih dari segala sesuatu, maka secepat kilat ia pun berdiri tegak, bagai seekor singa yang mengawasi anaknya. Demikian pula Leo, telinganya berdiri, dan bulu-bulu di punggungnya meremang. Karena ibu mereka telah lama meninggal, Kyra merasa wajib menjaga Aidan, demi menggantikan sosok ibu yang telah hilang.

Brandon dan Braxton menyeretnya dengan kasar di jalan, jauh dari benteng, di jalan pedesaan yang lengang menuju ke hutan, dan Kyra melihat bahwa mereka akan memaksa adiknya itu untuk menghunus sebuah tombak yang terlalu besar ukurannya untuk Aidan. Aidan adalah bulan-bulanan yang terlalu mudah ditaklukkan oleh mereka berdua; Brandon dan Braxton memanglah tukang mengganggu. Mereka berdua kuat dan lumayan pemberani, namun tampaknya bualan mereka lebih hebat daripada keterampilannya, dan mereka selalu terlibat masalah yang tak mampu mereka selesaikan sendiri. Benar-benar menyebalkan!

Kyra segera paham apa yang tengah terjadi: Brandon dan Braxton menyeret Aidan bagaikan hasil buruan. Kyra melihat sekantung anggur di tangan mereka dan ia tahu bahwa kedua kakanya itu tengah mabuk, dan ia pun merasa kesal. Rupanya belum cukup bagi mereka membunuh binatang tak berdosa, dan kini mereka menyeret adiknya, meskipun Aidan meronta-ronta sekuat tenaga.

Naluri Kyra tersulut dan ia segera bertindak, ia berlari ke kaki bukit untuk menghadang mereka, sementara Leo ikut berlari di sampingnya.

"Kini kau telah cukup besar," kata Brandon pada Aidan.

"Sudah saatnya kau menjadi seorang laki-laki sejati," ujar Braxton.

Sembari terus berlari menuruni bukit berumput yang telah ia hafal betul, Kyra tak butuh waktu lama untuk segera sampai ke tempat mereka. Ia merangsek ke jalan dan berhenti di muka mereka, menghadang langkah mereka, tersengal-sengal menarik nafas dengan Leo berdiri di sebelahnya, dan segeralah langkah kedua kakaknya berhenti, lalu mereka menoleh ke belakang sambil tertegun.

Kyra melihat betapa raut muka Aidan berangsur lega.

"Kau tersesat?" ejek Braxton.

"Kau menghalangi jalan kami," kata Brandon. "Kembalilah bermain dengan panah dan tongkatmu."

Lalu kedua kakaknya tertawa mencemooh; namun Kyra mengernyitkan dahinya, tak sedikitpun bergeming, sedangkan Leo berdiri di sebelahnya dengan geram.

"Singkirkan binatang ini dari hadapan kami," kata Braxton, berusaha agar terdengar berani meskipun suaranya jelas menyiratkan ketakutan, terlihat dari genggamannya yang makin erat pada gagang tombaknya.

Ваша оценка очень важна

0
Шрифт
Фон

Помогите Вашим друзьям узнать о библиотеке

Скачать книгу

Если нет возможности читать онлайн, скачайте книгу файлом для электронной книжки и читайте офлайн.

fb2.zip txt txt.zip rtf.zip a4.pdf a6.pdf mobi.prc epub ios.epub fb3

Популярные книги автора